Thursday, February 16, 2012

Seksualitas merujuk “Charmed Cycle” Gayle Rubin

Membahas mengenai makna seksualitas dapat dengan menggunakan diagram Gayle Rubin yang disebut The Charmed Cycle. Dalam siklus ini terlihat jelas perbedaan dua kelompok seksualitas yang disebut ‘the charmed cycle’ yang dianggap merupakan seksualitas yang baik, normal, alami dan diberkati, terdiri dari:


Heteroseksual:
Menikah
Monogami
Prokreasi (menghasilkan keturunan)
Tidak komersial
Dalam pasangan
Dalam sebuah hubungan
Generasi yang sama (seumur)
Di ruang privat
Tanpa pornografi
Hanya melibatkan tubuh saja
Vanila

Sedangkan yang berlawanan dan disebut ’the outer limits’ merupakan seksualitas yang dianggap buruk, abnormal, tidak alami dan dikutuk, terdiri dari

Homoseksual
Tidak menikah
Banyak pasangan
Bukan untuk prokreasi
Komersial
Sendiri atau dalam kelompok
Kasual
Lintas generasi
Di ruang publik
Pornografi
Dengan bantuan benda tertentu
Sadomasokis

Dengan kata lain, dalam siklus ini, seksualitas yang termasuk dalam ’the charmed cycle’-lah yang merupakan seksualitas yang dapat diterima norma umum di masyarakat sedangkan yang berlawanan yaitu the outer limits dianggap tidak normal dan bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pertanyaannya adalah: apakah orang-orang yang dianggap mengadopsi seksualitas yang tidak normal itu, dapat memilih untuk melakukannya atau tidak.

Karena terkadang, tidak semua orang punya pilihan untuk tetap berada pada jalur seksualitas yang dianggap normal, terhormat dsb. Lalu mengapa kita yang menganggap diri kita berada pada jalur yang ’normal’ harus mengutuk orang-orang yang pada siklus ini dianggap ’tidak normal’ ? Sebenarnya apa yang dianggap normal dan tidak normal?

Manusia diciptakan beragam dengan segala ciri khasnya. Manusia bukanlah malaikat yang tidak memiliki nafsu dan cenderung seragam perilakunya kecuali tugasnya berbeda-beda. Kalau manusia seragam, sama semua, maka bukanlah manusia lagi namanya. Tuhan ciptakan manusia berbeda, dengan segala kekurangan dan kelebihan. Hidup itu penuh warna, mengapa kita bersikeras untuk menjadikannya 1 warna?

Tidak mungkin kita sebagai manusia yang sama-sama makhluk ciptaan-Nya itu memaksakan kehendak menjadikan orang lain sama dengan kita, dalam hal sikap, sifat, perilaku dan sebagainya. Padahal kita juga belum tentu bisa menyamakan diri sendiri dengan norma tersebut. Kita tidak punya kemampuan untuk itu. Termasuk ingin menjadikan seksualitas orang lain sama persis yang kita anut atau yang sesuai menurut norma umum. (the charmed cycle).

Jika kita menganggap the outer limits adalah menyimpang dan penuh dosa, lantas apakah kita ingin berusaha meluruskannya dan mencegahkan dari perbuatan dosa? Bukankah dosa itu kuasa Tuhan juga dan kita manusia tidak lantas menghitung-hitung dan mencap bahwa itu berdosa. Apakah kita Tuhan? Karena sebagai manusia, pasti kita semua ini berdosa, karena tidak ada manusia yang tak berdosa.

Banyak kejadian di negara ini yang menunjukkan bahwa negara berupaya mengekang seksualitas kita. Berupaya menyamaratakan keragaman yang sudah kita miliki sejak lahir.

Padahal semuanya sudah terjadi sejak awal manusia itu ada, jadi mengapa kita harus bersusah payah menghapus jejak sejarah tersebut yang merupakan hal yang mustahil itu?

Memaksakan setiap orang untuk menganut seksualitas dalam pakem ’The charmed cycle’ sangatlah melelahkan. Pasti setiap kita yang belum menikah sudah lelah ditanya: kapan menikah. Lalu setiap kita yang sudah menikah dan belum punya anak akan ditanya: kapan punya anak? Lalu jika sudah punya anak 1 akan ditanya kapan punya anak lagi? Kalau sudah lanjut usia akan ditanya, sudah punya cucu belum? Dan pertanyaan yang tidak pernah ada habisnya itu harus kita terima tanpa pembelaan untuk dapat memberikan pendapat bahwa ’kita tidak menikah’, ’saya tidak menyukai lawan jenis’, ’saya tidak mau punya anak’, atau jika berani menjawab ’saya tidak bisa punya anak’ maka akan mengundang serentetan pertanyaan atau mungkin saja nada menyalahkan karena dianggap mandul.

Atau bagi kita yang menganut paham casual sex maka akan kesulitan menjawab jika ditanya: sudah punya pacar? Belum lagi pasangan lintas generasi, yang salah satunya berusia jauh dari pasangannya, maka harus siap-siap menerima cercaan dan hinaan karena dianggap suka daun muda. Seks dengan kekerasan misalnya sadomasokis juga dianggap menyimpang, karena normalnya adalah yang baik-baik saja, serba harum semerbak bagaikan vanila. Padahal kita lupa ada orang tertentu yang memang sudah diciptakan sebagai sepasang manusia yang hanya dapat menikmati seks dengan cara berbeda.

Marilah kita bersama-sama renungkan kembali pertanyaan-pertanyaan tersebut, layakkah kita menyeragamkan keanekaragaman seksualitas yang kita miliki?

(oleh: Laily Hanifah dalam kesrepro.info)

Sumber: http://igama.or.id/index.php/artikel/436-seksualitas-merujuk-charmed-cycle-gayle-rubin

No comments: